Home     About Us     Contact Us

Kerajaan Cirebon

Cirebon, kota di Pantai Utara Jawa yang dulu menjadi basis dakwah Sunan Gunung Jati, mengajak kita memutar waktu untuk menyusuri jejak peradaban Islam di utara Jawa. Yudasmoro mengunjungi tiga keraton uzur di Kota Udang yang berdiri melawan zaman dan menjadi simbol budaya masyarakat.

Mungkin karena julukan Kota Udang begitu melekat pada Cirebon, setiap kali saya mengunjunginya teman-teman selalu menitip dibelikan petis udang, kerupuk udang, dan kecap udang. Syahdan, nama Cirebon merupakan akronim dari kata ”ci” (sungai, dalam bahasa Sunda) dan ”rebon” (udang kecil).

Satu fakta penting lain tentang Cirebon adalah, ia pernah menjadi sentra penyebaran Islam di Jawa Barat. Bukti-buktinya masih bisa disaksikan dalam bentuk bangunan dan tradisi bernapaskan Islam yang rutin digelar warga. Kota ini kini giat berbenah. Bersama para tetangganya—Indramayu, Majalengka, dan Kuningan—Cirebon membentuk asosiasi Ciayumajakuning guna meningkatkan potensi pariwisata di kawasan Pantai Utara Jawa. Akhir tahun lalu, mereka menggebrak panggung nasional dengan mengadakan Festival Topeng Nusantara.

Tempat terbaik untuk memulai petualangan di Cirebon adalah Makam Sunan Gunung Jati di Desa Astana, kawasan Gunung Sembung. Di tempat inilah Kesultanan Cirebon dipercaya bermula.



Turun dari angkot, saya berjalan menuju kuburan. Atmosfer sakral langsung menyergap di gerbangnya. Beberapa penjaga yang mengenakan blangkon dan pakaian adat warna putih menyambut dengan senyuman dan mempersilakan saya masuk. Sebuah bangunan putih bersih yang dihiasi keramik kuno di dindingnya berdiri tegap di dekat gerbang. Di dalamnya terdapat ruangan sejuk yang dijuluki Balemangu Padjadjaran dan merupakan pemberian Prabu Siliwangi saat penobatan Syarif Hidayatullah (nama lain Sunan Gunung Jati) menjadi Sultan Kasultanan Pakungwati (cikal bakal Kesultanan Cirebon).

Di sisi kiri ruangan terdapat lorong remang-remang yang dibatasi dinding putih berhiaskan mozaik porselen Cina aneka warna. Meniti lorong, saya sampai di sebuah aula luas berisi beberapa peziarah. Mereka melantunkan ayat-ayat suci yang membuat suasana sangat khidmat. Di hadapan mereka terpampang pintu renta yang menjadi akses menuju Makam Sunan Gunung Jati. Pintu ini dibuka saat peringatan hari-hari besar Islam dan cuma bisa dimasuki keturunan sang ulama besar.

Kuburan Putri Ong Tien, istri Sunan Gunung Jati, terdapat di sisi kiri ruangan peziarah. Latar belakang yang berbeda dari kedua mempelai tecermin dalam arsitektur makam yang menampilkan kombinasi gaya Cina dan Islam. Karena itu pula jangan kaget bila Anda mencium aroma dupa dan melihat altar yang dipenuhi bekas bakaran dupa.

Makam keluarga sunan lainnya bisa ditemukan di area atas kompleks makam. Banyak orang datang dari luar kota untuk menziarahi makam-makam tersebut. Sunan Gunung Jati adalah salah satu ulama paling kondang di Indonesia. Sekelompok orang duduk mengerubungi makam untuk berdoa, sisanya mengambil segenggam tanah di samping bangunan makam sunan. “Untuk disimpan pak,” kata petugas makam. ”Konon bisa membawa rezeki.”

You can leave a response, or trackback from your own site.

0 Response to "Kerajaan Cirebon"

Powered by Blogger